Wednesday, 23 July 2014

Analisis Iklan Minuman Pocari Sweat Berdasarkan Frankfurt School

Pocari Sweat (ポカリスエット Pokari Suetto) merupakan salah satu minuman ringan dan minuman olahraga terpopuler di Jepang, diproduksi oleh Otsuka Pharmaceutical Co, Ltd. Minuman ini pertama kali dijual pada tahun 1980. Di luar Jepang juga dijual pada daerah Asia Timur, Asia Tenggara dan Timur Tengah.
Pocari Sweat mempunyai rasa ringan, relatif ringan, minuman manis berkarbonasi dan diiklankan sebagai “minuman pengganti ion dalam tubuh”. Memiliki rasa jeruk ringan dengan sedikit sensasi. Bahan komposisinya adalah air, gula, asam sitrat, natrium sitrat, natrium klorida, kalium klorida, kalsium laktat, magnesium karbonat dan rasa. Serta dijual dalam bentuk cairan, dapat dalam bentuk aluminium dan botol plastik namun ada juga yang dalam bentuk serbuk. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pocari_Sweat )
POCARI SWEAT adalah minuman isotonik sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang setiap harinya. Komposisi POCARI SWEAT mirip dengan cairan tubuh dengan kandungan elektrolit yang seimbang, sehingga dapat diserap lebih cepat dan lebih baik dibandingkan air minum biasa, sehingga dapat mencegah terjadinya dehidrasi berat. Selain itu, dengan kelebihan tersebut, POCARI SWEAT dapat mengembalikan cairan tubuh secara menyeluruh sehingga membuat tubuh terasa lebih segar dan sehat.
  • Pocari Sweat dibuat berdasarkan penelitian ilmiah, sehingga komposisinya terukur dan mirip dengan cairan tubuh. Hal ini juga menyebabkan Pocari Sweat dapat diserap lebih cepat dan lebih baik daripada air biasa.

  • Karena cepat diserap tubuh, Pocari Sweat cepat menggantikan cairan tubuh yang hilang.

  • Pocari Sweat tidak mengandung pengawet, pemanis buatan, soda ataupun kafein, sehingga aman untuk dikonsumsi.

  • Minum Pocari Sweat agar cairan tubuh tetap terjaga. POCARI SWEAT minuman isotonik yang aman dan terukur. (http://www.pocarisweat.co.id)
ANALISIS
Minuman Pocari Sweat semakin gencar menyerbu pasaran dengan kelebihan-kelebihan yang berusaha ditonjolkan. Minuman sendiri sebenarnya ada karena adanya kebutuhan manusia akan cairan. Ketika manusia haus, maka ia minum. Ini adalah kebutuhan dasar manusia, namun sekarang ini banyak pilihan-pilihan jenis minuman yang dapat dikonsumsi. Misalkan, ada minuman isotonik dengan kelebihannya yaitu mengandung ion yang dapat menggantikan cairan tubuh, minuman jus dalam kemasan, bahkan air putih kemasan seperti Aqua. Adanya produk-produk ini merupakan hasil dari adanya kebutuhan dasar manusia untuk minum di saat haus.
Iklan Pocari Sweat sendiri berusaha menampilakan gambaran bahwa manusia membutuhkan ion untuk menjaga kelembaban kulit, membantu menyembuhkan metabolisme tubuh yang rusak, ion tubuh bisa hilang saat tidur, berkeringat, maupun menangis. Bila ditelusur lebih jauh, sebenarnya kebutuhan dasar kita adalah untuk minum. Sebenarnya cukup dengan air putih atau minuman isotonic yang dapat dibuat sendiri, misalkan oralit. Air kelapa juga dapat menjadi pilihan minuman isotonic yang bersifat alami. Pocari Sweat sendiri tak hayal juga sama dengan air putih karena berfungsi sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang agar tidak dehidrasi, tetapi orang merasa keduanya mempunyai perbedaan yang signfikan.
American College of Sport Medicine menyatakan untuk mencegah dehidrasi adalah dengan meminum sekitar setengah liter air 2-3 jam sebelum berolahraga, kemudian minum kembali sekitar 250 ml sekitar 10-20 menit sebelum berolahraga, serta minum 250 ml lagi saat berolahraga. Untuk yang membutuhkan minuman isotonik, lebih baik untuk meminum oralit sebagai minuman isotonik alami. Oralit dapat dibuat dengan mencampurkan 900 ml air, ditambah gula 50 gr, garam 1,5 gram dan irisan lemon. (http://id.jabunta.com/2011/03/28/minuman-isotonik-alami/ )
Industri budaya merujuk pada prroduk dan proses mass culture (Storey, 2009:62). Perusahaan berusaha mencari celah dengan membuat produk yang bisa diterima masyarakat. Poduk Pocari Sweat menjadi culture industry ketika minuman ini diterima oleh masyarakat sebagai minuman isotonic. Hal ini membuat Pocari Sweat sebagai minuman isotonic menjadi sebuah komoditas. Komoditas muncul ketika terjadi perubahan nilai yang dimiliki oleh suatu barang. Dari semula memiliki nilai guna kemudian berubah menjadi nilai tukar. Orang yang sebenarnya bisa minum air putih biasa, air kelapa, atau oralit yang bisa dibuat sendiri, tetapi akhirnya karena iklan kita jadi merasa kita butuh minuman isotonic. Disinilah terjadi false need, dimana sesuatu yang sebenarnya tidak kita butuhkan atau hanya berupa keinginan berubah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Sebuah produk mendoktrin, memanipulasi, menyebarkan kesadaran palsu yang menjadi gaya hidup (way of life). (Storey, 2009:63)
Komoditifikasi merupakan penurunan nilai budaya asli dengan membuat budaya tersebut menjadi komoditas yang dapat dijual. (Storey, 2009:64) Komoditas adalah hasil produksi yang mempunyai nilai guna, nilai tukar, dan pesaing. Pesaing-pesaing Pocari Sweat muncul dengan menawarkan minuman isotonic dengan berbagai merk seperti Mizone, Vitazone, Isotonic, dll. Commodity fetishism terjadi ketika orang merasa harus membeli minuman isotonic dengan merek Pocari Sweat diantara banyak pilihan atau pesaing yang lain. Commodity fetishism adalah pemujaan terhadap benda produksi. Orang membeli bukan didasarkan pada nilai guna tetapi berdasarkan status yang akan diperoleh ketika membeli barang tersebut. Hal ini membaut orang merasa harus membeli dengan merk atau brand tertentu.
Tidak seperti hasil kebudayaan asli yang dibuat dengan sungguh-sungguh tidak hanya didasarkan pada motif uang, produk budaya popular tidak memiliki detail khusus yang membuat mereka berbeda satu dengan yang lain. Dalam buku Cultural Theory and Popular Culture yang ditulis oleh John Storey juga disebutkan bahwa bagian lagu produk budaya populer dapat ditukar satu sama lain, tanpa memberikan perbedaan yang berarti. Andorno menyatakan bahwa apabila suatu lyrik atau lagu terbukti berhasil di masyarakat, maka lirik tersebut akan menciptakan standarisasi bagi lirik dan lagu yang lain (Storey, 2009: 64).
Iklan Pocari Sweat memberikan suatu standarisasi tersendiri, berupa pemikiran bahwa tubuh selalu kehilangan cairan yang tidak dapat digantikan oleh air biasa. Dibutuhkan cairan isotonik khusus yang dapat menggantikan cairan tersebut, sehingga kita dapat tetap melakukan segala aktivitas dengan lancar. Kesuksesan Pocari Sweat juga telah mengakibatkan timbulnya standarisasi bagi minuman isotonik lain seperti Mizone, Vitazone, Powerade Isotonik, Optima Sweat dst. Semua minuman tersebut menawarkan minuman yang mengandung cairan serupa dengan cairan tubuh sehingga dapat membangkitkan tenaga atau semangat dalam beraktifitas. Hal ini menunjukkan terjadinya homogenitas seperti disebutkan Storey (2009:62) bahwa industri budaya ditandai oleh 2 hal yakni homogenitas dan prediktabilitas.
Iklan Pocari Sweat juga terstandarisasi dalam hal isi iklan tersebut. pocari memiliki target pasar yakni anak-anak muda, olahragawan yang panda intinya minuman ini tidak hanya ditujukan bagi orang sakit. Sebab sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa minuman isotonik hanya dibutuhkan oleh mereka yang sedang sakit. Oleh sebab itu iklan-iklan Pocari selalu menampilkan anak-anak muda yang sehat dan aktif. Pocari juga mengusung JKT 48 sebagai icon prodak mereka. Sebab JKT 48 kemungkinan besar dirasa cukup mampu merepresentasikan anak muda yang aktif dan sehat. Mereka ditampilkan sebagai sosok anak muda yang catik penuh semangat serta aktif. Icon-icon lain juga merepresentasikan hal yang serupa. Pesan yang disampaikanpun jelas yakni minuman tersebut ditujukan sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang setelah beraktifitas.
Standarisasi ini berkaitan erat dengan pseudo-individualization yakni akibat dari standarisasi produk budaya popular yang mengakibatkan konsumen sejalan dengan pemberi pesan. Pseudo-individualization dalam hal ini menjaga setiap orang agar tetap dijalan yang sama dengan membuat mereka lupa bahwa mereka telah diperdengarkan apa yang kemudian diperdengarkan kepada mereka (Storey, 2009: 67). Dalam iklan Pocari orang lupa bahwa juga telah melihat banyak produl atau iklan serupa. Setiap kali mereka melihat iklan Pocari, banyak yang merasa iklan tersebut berbeda dengan iklan yang telah mereka lihat sebelumnya. Padahal Pocari memiliki banyak sekali iklan. Mereka sering mengganti iklan yang telah beredar di masyarakat dan menyesuaikannya dengan keinginan pasar atau budaya seperti apa yang tengah tenar dimasyarakat dan dapat mereka gunakan dalam iklan. 

Referensi:
Storey, John. 2009. Cultural Theory and Popular Culture. 

Baca juga disini.

Tulisan ini adalah karya saya bersama partner mata kuliah Teori Komunikasi II saya, Sesilia Narendra. 

No comments:

Post a Comment